Bisnis tak Beretika para Mobile Operator
Maret 26, 2008 oleh trisetyarso
Sekali lagi, saya cuma bisa jadi tukang marah-marah dan cuma bisa memberikan komen … tapi mungkin dengan menyebarkan informasi ini, bisa menjadi awal bagi kita semua untuk mencoba memperbaiki keadaan.
Sebagai seorang Ayah dari seorang putri, saya sangat khawatir dengan lingkungan yang kelak akan membesarkan putri saya itu …
Turut berduka cita atas matinya etika dalam berbisnis yang dilakukan para mobile operator …
1. Kasus Cinta Laura
Awalnya, dialek artis ABG Cinta Laura adalah ejekan di masyarakat.
Ketika awalnya tahu ada kasus seperti ini saya cukup kaget dan ketawa.
Tapi, ketika mengetahui ternyata ada provider yang malah membisniskan dialek artis tersebut, saya jadi mau nangis dan muntah.
Berikut beritanya:
2. Kasus JUDI SMS …
Saya dapat ini dari milis dewan pakar ICMI:
—-start here ——
Dari millis sebelah …
Inilah hasil industri televisi, mencetak artis instan dengan terbelit utang…
Rasanya sudah tidak memberi nilai tambah bagi masyarakat, yang jelas mobile operator paling diuntungkan selain para pemilik TV program tersebut.
Inilah produk hedonisme.
Dua Hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang AFI (Akademi Fantasi
Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari
Kehidupan mereka.Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di
Teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.
Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah.
Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak Ada satu pun kemenangan AFI. Itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang Tua Alfin Dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 2005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit Mahal RP 500.000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi.
Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga Ada dugem and kehidupan glamor, lha makan aja susah.Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, DLL.Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita Dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka
Susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka Ga berani minjem banyak karena takut Ga bisa bayar.Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran Dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar.
Namun tidak Ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, Dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka. Nah acara ini Dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua Dan anak yang real antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.Mungkin Ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup mereka yang kontras dengan image publik kayanya menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu lebih banyak lagi.JUDI SMS MENGGILAAAA ……Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan. Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb. Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik. Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya adalah SMS Premium.Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum –
Setidaknya sampai saat ini. Mari Kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya –anggaplah– Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya yang 40% untuk “Bandar” (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi Bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam
per Hari Dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu SMS ini “Bandar” mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone? Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000 (baca: delapan puluh milyar rupiah). Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ? Rumah senilai 1 milyar, itu artinya Bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai “biaya promosi”! Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan
“siapa tahu” mendapat hadiah. Kata “siapa tahu” adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang. Artinya: Kuis SMS adalah 100% judi.Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak, “buka” atau “sahur”, lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel gratis. Ada kata, “dapatkan handphone… ” Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka : “Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang
gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis”.Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB. Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini. Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belaka.
Deputi Menteri Negara Bidang Dinamika Masyarakat RI, Prof. Dr. Ir. Carunia Mulya Firdausy, M.A, APU (kiri), memberikan cinderamata kepada Undana yang diterima Pembantu Rektor II Undana, Ir. Roy Nendisa, M.S, Kamis (30/7/2009).
Jumat, 31 Juli 2009 | 07:43 WITA
bisnis tidak beretika
KUPANG, POS KUPANG.Com --Selama ini bisnis di Indonesia kurang memperhatikan aspek etika. Yang ada hanyalah mengejar keuntungan semata. Pebisnis sama sekali tidak memperhatikan kepentingan konsumen.
Hal itu disampaikan Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Dinamika Masyarakat RI, Prof. Dr. Ir. Carunia Mulya Firdausy, M.A, APU, ketika ditemui Pos Kupang usai pembukaan Lokakarya Penyusunan Konsep dan Model Etika Bisnis dalam Pemanfaatan Hasil Riset Iptek oleh Dunia Bisnis dan Industri, di Aula Utama Undana-Kupang, Kamis (30/7/2009).
Menurut Firdausy, bisnis dalam era sekarang ini semuanya berorientasi mereguk keuntungan semata, tanpa memperhatikan sisi etika dan kepentingan konsumen. Akibatnya, tidak jarang banyak konsumen menjadi korban. "Untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu disusun konsep dan etika dari produk-produk Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), sehingga tidak merugikan masyarakat," katanya.
Dia mengatakan, dari berbagai kasus yang menimpa konsumen dan masyarakat umum selama ini, diperlukan sebuah konsep etika, agar pelaku bisnis bisa memberikan keuntungan juga bagi masyarakat.
Dia mencontohkan, ada produk pangan dari Iptek, maka secara etika, produk pangan yang dihasilkan, baik oleh perorangan maupun perkumpulan lembaga itu, disampaikan juga kepada masyarakat tentang komponen apa saja yang digunakan sehingga tidak merugikan masyarakat selaku konsumen.
Firdausy menyebutkan, beberapa prinsip yang perlu dimiliki dalam bisnis, yakni otonomi, kejujuran, saling menguntungkan, integritas moral, keadilan atau keuntungan pada masyarakat konsumen dengan tidak boleh ada yang dirugikan.
Sementara itu, Rektor Undana, Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App,Sc, Ph.D, yang diwakili Pembantu Rektor II, Ir. Roy Nendisa, M.S, mengatakan, lokakarya itu merupakan kerja sama Undana dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI. (*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar